Gara-Gara Patrol Sahur “Ustad TPQ An-Nadhiliyin Jombang Di Aniaya Tetangganya

Jombang, RepublikNews – Lagi-lagi kasus penganiayaan terjadi hanya karena kesalah pahaman patrol Sahur/bangunin warga dini hari untuk makan sahur. Hal ini terjadi pada salah satu ustad TPQ An-Nadhiliyin, Abdul Lutfi Harianto warga dsn Plosorejo, desa Jombok Kesamben Jombang. 16/05/2020.
Kepada wartawan RepublikNews Korban menceritakan awal kejadian, pada tanggal 14 mei 2020 sekitar pukul 18.00 wib setelah acara berbuka puasa dimasjid, saya didatangi oleh seseorang yang bernama Gimat dengan nada marah saya diperingatkan untuk meniadakan acara patrol dengan dalih patrol itu haram hukumnya, padahal kegiatan itu sudah dilakukan sejak dulu.

Dan dengan nada mengancam jika masih melakukan kegiatan patrol akan dirampas dan dihancurkan fasilitas patrol yang ada di masjid tersebut,” terang Usatad Lutfi.
Disini saya juga menjelaskan kegiatan tersebut itu dilakukan guna untuk membangunkan orang~orang sahur dan itu dilakukan oleh remas (remaja masjid) dan tokoh masyarakat lainnya bukan saya yang menyuruh namun saya tetap disalahkan dan disuruh untuk bilangi anak~anak remas supaya tidak melakukan kegiatan tersebut.
Kemudian selang dua (2) hari pada tanggal 16 mei 2020 pagi sekitar pukul 05.00 wib rumah saya digedor oleh seseorang, kemudian dengan rasa kaget saya langsung keluar ternyata diluar sudah ada empat(4) orang yaitu Hasim, Gontok, Anwar, Gimat, dengan suara keras mereka menuduh saya sebagai otak penggerak patrol, belum sempat saya menjelaskan saya langsung dipukul oleh saudara Gontok sebanyak dua (2) kali didepan istri saya sambari mengucap Pingin medot gulumu (ingin putus lehermu) padahal disini saya benar~ benar tidak tahu apa~apa soal kejadian patrol.
Masih kata Ustad Lutfi, Akhirnya keesokan harinya pukul 14.00 wib saya bersama istri melaporkan kejadian ini ke POLSEK Kesamben dan saya langsung menceritakan kejadian ini ke petugas SPKT, kemudian saya langsung dibawa oleh salah satu anggota Polsek untuk diajak kepuskesmas Kesamben guna melakukan visum karena kepala saya sangat sakit dan agak pusing.

Setelah visum keluar, saya langsung dibawa oleh anggota tersebut dan saya lngsung disuruh untuk pulang tapi yang bikin aneh STLP (Surat Tanda Lapor Polisi) saya tidak diberikan oleh petugas SPKT Polsek Kesamben.
Malamnya pukul 24.00wib kepala saya terasa sangat pusing disertai muntah~muntah kemudian saya diantar oleh salah satu santri saya ke rumah sakit Sakinah dan disitu dokter menyarankan untuk rawat inap,” terang ustad.
Dari keterangan korban, tim awak media langsung menghubungi salah satu penyidik polres Kesamben, lewat telfon seluler mengatakan sudah memanggil saksi~saksi dan terlapor juga sudah dipanggil, dan proses tetep berjalan sesuai prosedur yang berlaku,” terang petugas Penyidik.
Disinggung soal surat tanda bukti lapor kenapa kok ustad Abdul Lutfi tidak dikasih, petugas Penyidik mengatakan dengan singkat,”orangnya tidak minta.
Berdasarkan Pasal 1 angka 24 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP), “laporan adalah pemberitahuan yang disampaikan oleh seseorang karena hak atau kewajiban berdasarkan undang-undang kepada pejabat yang berwenang tentang telah atau sedang atau diduga akan terjadinya peristiwa pidana.”
Untuk menentukan perbuatan tersebut merupakan tindak pidana atau bukan, diperlukan sebuah tindakan penyelidikan oleh pejabat yang berwenang terlebih dahulu.
Sementara pada pasal 108 ayat (1) sampai ayat (6) KUHAP berbunyi:
Ayat 1 : Setiap orang yang mengalami, melihat, menyaksikan dan atau menjadi korban peristiwa yang merupakan tindak pidana berhak untuk mengajukan laporan atau pengaduan kepada penyelidik dan atau penyidik baik lisan maupun tertulis;
Sedangkan pada ayat 6 berbunyi: Setelah menerima laporan atau pengaduan, penyelidik atau penyidik harus memberikan surat tanda penerimaan laporan atau pengaduan kepada yang bersangkutan
Hal yang patut dipertanyakan kepada pihak petugas jika seorang pelapor untuk mendapatkan Haknya terkait Surta Tanda Lapor, harus meminta. Padahal itu sudah kewajiban Petugas kepolisian untuk memberikannya sesuai Undang-undang KUHP

Sementara itu dari hasil penulusuran awak media ini warga sekitar tidak terima atas kejadian penganiayaan tersebut dan warga bersepakat membuat surta pernyataan bersama yang di tanda tangani puluhan warga setempat. Kepada media ini Ustad dan warga setempat menyampaikan aspirasinya dan berharap kepada pihak kepolisian untuk memproses kasus tersebut sesuai hukum yang berlaku, tidak pandang bulu meskipun salah satu anggota dari keluarga tersangka ada yang bertugas sebagai anggota polisi juga. (Tim)